Berburu Ayat-Ayat Suci

Danarto

Orang-orang berbondong berburu ayat-ayat suci. Berebut di masjid, pasar, kampus, stasiun, mall, café, dan warung-warung tegal. Dengan teriakan, tangisan, dan gelak tawa, rakyat antre siang malam memunguti sisa-sisa tiang negara yang roboh. O, tsunami, gempa, tanah longsor, dan banjir yang susul-menyusul, menciptakan para pedagang, melenyapkan air bersih, menyingkirkan orang-orang suci dari percaturan peradaban. Orang-orang bergerombol menunggu aba-aba perampokan, penggarongan, penghancuran, huru-hara. Di sini jerit tangis memenuhi alun-alun: ayat-ayat suci sudah digondol maling. Tak remah-remah pun tersisa. Juga tikus, kucing, kadal, dan segala binatang berkaki empat maupun dua, mengais-ais.

O, tolonglah berbagi sedikit, teteskan ayat suci yang kamu dapat, untuk haus kami, lapar kami, derita kami. Apa urusanku dengan hausmu, laparmu, dan penderitaanmu? Orang-orang mendongak ke angkasa.Tuhan, ulurkan tangan-Mu. Para wisatawan meninggalkan ayat-ayat suci di bak sampah, meja restoran yang acak-acakan, wastafel yang krannya ngocor terus, di lapangan parkir yang lalu-lalang, melupakan ibunya, ayahnya, saudara-saudaranya, ngebut dengan mobil 150 km perjam, menuju entah-berantah.

Di antara reruntuhan negara yang roboh, para pemulung, pengemis, gelandangan, preman, saling berbagi dan tukar tambah ayat-ayat suci dengan ramai, menyimpannya di bawah tikar bobrok yang menyelamatkan hidup mereka.

10.10.2005